Rabu, 27 Mei 2015

Cerpen - Sahabat Makan Teman

Hai, perkenalkan namaku Agus Rianto kalian bisa memanggilku dengan sebutan Agus atau Anto. Aku adalah seorang Siswa di salah satu SMAN di daerah tempat tinggalku. Sekarang aku duduk di kelas 12 atau lebih sering di sebut orang kelas 3 SMA. Kepribadianku sebagai seorang siswa sekaligus seorang anak dari keluarga sederhana, namun menurutku sudah cukup lumayan dan menyenangkan. Orang - orang mengenalku sebagai anak yang biasa saja dan sederhana. Aku terlahir sebagai anak ke 2 dari 3 bersaudara.

Hari ini tepatnya Hari senin, dan waktunya aku u tuk bangun pagi untuk mempersiapkan segala sesuatu keperluan sekolah agar tidak terlambat untuk pergi ke sekolah dan mengikutii upacara bendera.

Aku berangkat ke sekolah selalu barengan dengan kakakku Adi, karena dia juga kuliahnya selalu masuk pagi. Menurutku tidak ada salahnya jika aku ikut nebeng dengannya meskipun hanya sampai di depan sekolah. Lagi pula arah antara sekolahku dan kampusnya searah.

Setibanya aku di sekolah, kekasihku yang bernama Trie Aprilia atau yg kerap di panggil dengan sebutan Lia sudah menantikan kehadiranku di depan kelas. Itu sudah menjadi kebiasaannya setiap pagi.

"Pagi, Agus jelek... Kenal sama aku gak?" tanyanya seakan - akan gak kenal denganku

"Morning to, Lia bawel,,, aku gak kenal kamu... Emang kamu pengen banget ya di kenal sama aku?" jawabku seraya bertanya balik.

"Mau dong di kenal seorang cowok ganteng kayak kamu..." jawabnya sambil memegang daguku

"Ihh lebay, tadi bilangnya jelek... Sekarang bilang ganteng. Mana yang bener nih?" tanyaku sambil memgang rambutnya.

"Hehe, ya deh. Hmm.. Kita kekantin yuk, nongkrong di sana."

"Gak ah, nanti saja kalau jam istrahat kita kekantin nongkrong sambil mojok. Sebentar lagi kan bell masuk akan berbunyi dan kita harus ikut upacara, Lia sayangku, cintaku..." kataku menolak ajakannya.

"Ya, iya.. Gak asyik" jawab Lia terlihat kecewa dengan jawabanku.

Pagi itu kami mengikuti upacara bendera selama kurang lebih setengah jam dan setelah itu kami masuk ke dalam kelas. Aku dan Lia satu kelas. Hari ini adalah hari yang cukup membosankan dengan guru yang membosankan. Semua serba membosankan di harii senin. I don't like this today.

Pelajaran berlangsung dengan lancar dan cukup membuatku bosan dan dengan tidak ikhlas sekaligus malas - malasan aku pun mengkuti pelajaran. Bel pun berbuny tanda jam istirahat telah masuk. Cacing di perutku pun sudah berteriak gembiira karena sebentar lagi akan aku isi dengan makanan. Aku dan pacarku Lia segera menuju ke kantin, akan tetapi di tengah perjalanan aku bertemu dengan sahabatku, dari SMP kami sudah satu sekolah. Namanya Ryan Adiputra biasa di panggil dengan sebutan Ryan. Dia menghampiri aku dan pacarku Lia.

"Hei,,, pada mau kemana nih? Aku ikut kalian boleh?" kata Ryan

"Hmm... kita mau ke kantin, ya sudahlah kalau kamu mau ikut" kataku mengiyakan.

Kami bertiga pun berjalan ke arah kantin, Lia pacarku berpndah. Dia berjalan di dekatnya Ryan. Sebenarnya di dalam pikiranku sempat berpikiran negativ tapi aku berusaha berpikir positv thingking aja. Mana mungkin Ryan mau menghianati aku, dia kan sahabatku dari sejak kami SMP.

Ketika kami sampai d kantin sekolah, Aku duduk dekat Lia, akan tetapi di sampingnya Lia ada Ryan. Lagi - lagi pikiran negativ ku menyerang kepalaku. Sebenarnya apa yang telah terjadi dengan mereka? Kalau di lihat dari bahasa tubuhnya, mereka sudah sangat dekat. Hush, ngomong apa aku ini? Ryan sahabatku. Mana mungkin dia seperti apa yang aku pikirkan. Tapi aku melihat tatapan mata Lia ke Ryan sangat tajam.

"Beibz, kamu mau makan apa? Biar aku pesankan sama ibu kantin." tanyaku

"Hmm... Aku pesan bakso saja ya. Kalau kamu pesan apa Ryan?" tanya Lia ke Ryan

"Aku juga pengen makan bakso sama seperti Lia." kata Ryan sambil tersenyum.

Jujur melihat tingkah mereka yang seperti itu aku merasa sakit. Apalagi ketiika Lia menawarkan makan kepada Ryan. Aku merasa seperti tidak di anggap sama sekali. Tapi lagii dan lagi aku mencoba untuk berpikiran positiv terhadap Lia dan Ryan. Karena bagiku mereka adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku.

Tidak begitu lama menunggu, akhirnya makanan yang aku pesan tadi datang dan kami langsung melahapnya sampai habis. Setelah selesai makan, Ryan langsung pamit untuk ke kelas terlebih dahulu. Jadi di situ tinggal aku dan Lia yang masih duduk diam di kantin sekolah. Kesempatan ini aku manfaatkan untuk bertanya kepada Lia.

"Lia, kelihatannya kamu dekat sekali dengan Ryan? Kamu suka Ryan?" tanyaku penasaran.

"Tidak, aku tidak menyukai Ryan. Aku cuma cinta kamu sayang. Kenapa? Kamu cemburu ya?" tanyanya kembali sambil menjulurkan lidahnya.

"Aku? Cemburu? Tidak. Lagi pula aku tidak menaruh rasa curiga sedikit pun kepada kalian" jawabku. di mulut aku berkata seperti itu. Tapi jauh di lubuk hatiku, aku merasa cemburu dan sakit.

"Hmm... Baiklah Agus sayang, dengar ya. Aku cuma sayang sama kamu dan gak ada cowok lain di hatiku selain kamu" kata Lia sambil memegang tanganku.

"Baiklah, aku percaya padamu."



Selama jam istirahat berlangsung, aku dan Lia bercanda bersama layaknya anak muda yang sedang di mabuk asmara.

Seharian kami melalui hari seniin, dan seharian pula lah aku merasa bosan dengan pelajaran yang membuatku pusing. Pulang sekolah aku sudah berjanj kepada Lia untuk pergi ke Mall.

"Beibz, kamu tunggu aku di parkiran sekolah ya. Aku di panggil kepala sekolah tidak tahu untuk apa. Oke sayang" kata Lia sambiil mencium pipiku dan kemudian berlalu.

"Baiklah, beibz. Tapi jangan lama - lama ya."

Setelah menunggu selama 10 menit. Akhirnya Lia datang dan langsung menuju ke arahku.

"Beibz, maaf ya. Kita batalin saja acara kita untuk ke Mall har ini. Aku di beri tugas oleh kepala sekolah untuk membantunya memeriksa hasil ulangan anak kelas 2."

"Yaudah, gak apa - apa bebz. Kan aku juga bisa ikut membantu." jawabku

"Gak usah, Beibz. Sebaiknya kamu pulang saja ya. Takut kalau kamu ada kegiatan lain nantinya. Sebab tugas yang mau di periksa banyak."

Aku yang memang punya janji kepada temanku untuk berlatih bola sore ini pun akhirnya mengiyakan permintaan lia untuk tidak membantunya dan aku memutuskan untuk pulang naik angkot.

Setibanya di rumah aku bertemu dengan kak Adi yang memang lebih dulu pulang dari kampusnya dari aku. "Gus, tadi mama pesan, katanya kita di suruh belanja di supermarket yang ada di dekat sekolahmu" kata kak Adi yang memang malas kalau di suruh belanja oleh mama.

"Haha, mukanya yang biasa aja kak, Agus tahu kalau kakak tuh paling malas kalau dii suruh beli belajaan mama." kataku sambil mengejek kak Adi.

"Iya, Gus. Kakak paling malas kalau di suruh belanja. Nanti kalau di lihat cewek - cewek cantik, kakak di kira bukan cowok tulen lagi." tambah kak Adi dengan wajah tambah melas dan membosankan.

"Ya, sudah. Nanti biar aku saja yang membeli belanjaannya. Kakak cukup mengantarku dan menunggu aku di luar. Ya" kataku kepada kak Adi

"Sip, kamu memang adik kakak yang paling baik dan bisa ngertiin kakak." kata kak Adi sambil tersenyum

Setelah aku selesai mengganti pakaian dan makan. Akhirnya aku dan kak Adi pergi ke supermarket untuk membeli balanjaan yang ada di daftar belanjaan yang sudah di berikan ke kak Adi. Semua belanjaan yang ada di dalam daftar yang sudah di tulis oleh mama sudah terkumpul dan saatnya untuk membayar ke kasir. Saat aku ingin membayar ke kasir, mataku menangkap sosok seseorang yang sepertinya aku kenal dekat. Aku pun mendekatinya, benar saja itu adalah Lia yang sedang menggenggam tangan seseorang tapi aku tidak tahu siapa pria yang lagi bersamanya. Karena wajahnya di tutupi oleh topi yang di gunakannya apalagi dia menundukkan wajahnya. Seketika hatiku mulai panas ketika aku menurunkan sedikit tubuhku untuk melihat wajah lelaki yang sedang bersama Lia dan ternyata itu adalah Ryan. Saat itu juga hatiiku menjadi hancur.

"Keren sih kamu, Ryan. Bisa merebut Lia dari aku. Kamu tahu aku siapa? Aku sahabat dekat kamu dari SMP dan kamu tahu juga siapa Lia? Dia pacarnya sahabatmu. Tega ya sama sahabat sendiri. Aku sudah sering ngorbanin perasaan aku sendiri. termasuk saat kita lagi di kantin. Aku sudah nebak kalau kamu menyukai Lia. Tapi kamu harus sadar dong Ryan, Lia itu pacar aku. Mulai sekarang jangan pernah anggap aku sebagai sahabat kamu lagi. Aku benar - benar kecewa sama kamu. Dan untuk kamu pacar aku, mulai sekarang kita putus dan jangan pernah kamu perlihatkan lagi wajahmu di depan mukaku. Karena itu akan membuatku muak dan ingin muntah. Semoga kalian langgeng dan terima kasih banyak telah menghancurkan hatiku." aku pun langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

"Agus, dengarkan penjelasan aku dulu. Aku gak ada hubungan apa - apa dengan Ryan. Aku dan Ryan cuma berteman biasa." kata Lia yang mengejarku sambil menangis.

"Lia sayang, apa kau pikir mata aku ini buta. Atau kau anggap aku tidak memiliki mata kalau aku melihat kalian berjalan begitu mesra bergandengan tangan? Aku masih punya hati, gak seperti kalian." kataku menghentikan langkahku sambil menunjuk wajah mereka berdua.

"Tapi, Gus. Pleas dengarkan penjelasanku dulu." ucap Ryan

"Apa lagi yang ingin elo jelasin ke gua? Jangan pernah loe anggap gua sahabat loe lagi. Gua udah muak liat muka loe. Gua percaya, karma masih berlaku buat gua. Congrat ya buat kalian orang yang udah nyakitin gua.'' kataku sambil berlalu menuju meja kasir untuk membayar tagihan belanjaanku tadi. Kemudian keluar menuju dimana tempat kak Ad berada.

Kak Adi yang melihat perubahan dii wajahku langsung memegang bahuku dan bertanya. "Agus? Ada apa? kenapa wajahmu terlihat seperti orang yang lagi tertimpa seribu masalah?"

"Lia kak, Dia selingkuh dengan sahabatku sendiri si Ryan." kataku dengan nada masih sedikit emosi.

"Kurang ajar tuh si Ryan. Beraninya nyakiti perasaan adik gua. Dimana dia sekarang? Biar kakak beri dia pelajaran." seketika amarah kak Adi memuncak

"Tidak usah kak, kalau mau aku juga bisa memberikan pelajaran buatnya. Tapi aku masih punya hati nurani kak. Biarkan sajalah mereka. Agus juga sudah merelakannya kak." kataku sambil tersenyum kepada kak Adi.

"Ya sudah, kalau begitu kita langsung pulang saja. Kakak juga muak berlama - lama di tempat ini."

Akhirnya aku dan kak Adi pulang, di tengah perjalanan aku terus memikirkan peristiwa yang terjadi tadi. Aku benar - benar tidak habis pikir apa yang ada di otak mereka berdua, terutama Ryan. Dia benar - benar tidak tahu berterima kasih dan tega menyakiti sahabatnya sendri. Setibanya aku dirumah, aku langsung masuk kamar dan menguncinya rapat. ku buka buku diaryku dan menulis "Dear diary, Kenapa semua ini harus terjadi dengan diriku? Aku salah apa sama mereka? Apa aku pernah nyakiti perasaan mereka seperti mereka menyakiti perasaanku hari ini? Aku bingung harus berbuat apa sekarang? Orang yang aku cintai sekarang sudah tidak ada. Sahabat yang menjadi kepercayaanku dulu, sekarang sekarang sudah menjadi pengkhianat, benar - benar pengkhianat." dan aku terus bertanya - tanya dalam hati sampai aku lelah dan tertidur dengan perasaan yang menyakitkan.

Hari terus berlalu, aku melewati semua in dengan rasa penuh kekecewaan dan sangat menyakitkan. Tapi aku harus tegar dan aku tidak boleh menangisi cewek seperti Lia.

Dua tahun telah berlalu dan sekarang aku pun sudah bisa melupakan semua kejadian dua tahun yang lalu. Sekarang aku sudah mempunyai kekasih hati yang baru dan aku berharap dia setia dan tidak menyakitiku. Aku bahagia dengan yang sekarang. Aku ingin melupakan masa laluku di SMA dulu. Aku tidak ingin terpuruk dengan masa TMT itu. Aku akan menjalani hubunganku dengan yang sekarang...




Senin, 25 Mei 2015

Cerpen - 100 Hari

Rizal dan Arimbi sedang duduk di taman kampus, tanpa melakukan kegiatan apapun. Mereka hanya memandangi langit. Sementara sahabat - sahabatnya mereka yang lain sedang asyik bercanda ria dengan kekasihnya masing - masing.

"Aku bosan. Aku berharap, aku juga mempunyai pacar yang bisa berbagi waktu denganku." ucap Arimbi memecahkan ke sunyian.

"Kelihatannya cuma kita berdua yang masih berstatus single." jawab Rizal

"Aku ada ide yang bagus nih, bagaimana kalau kita buat game?" ucap Arimbi

"Hmmm... Permainan apa?"

"Hmmm... Bagaimana kalau kamu jadi pacarku. Tapi cuma 100 hari saja?'' jawab Rizal pasrah.

"Seperti tak ikhlas saja jawabanmu. Antara mau dan tidak. Semangatlah dikit. Hari ini akan jadi hari pertama kita bercouple. Sekarang kita mau kemana?" tanya Arimbi.

"Bagaimana kalau kita pergi lihat wayang? Kalau tak salah citter PGL sedang now showing nih.. Dan katanya sekarang Citter lagi best. Dia sudah dapat 4 bintang?"

"Okeh,,, ayo kita pergi sekarang. Sehabis nonton, kita pergi karaoke ya, bagaimana kalau kita ajak Aldi dan Resti juga?"

"Boleh juga"

Akhirnya mereka berdua pergi nonton wayang, sehabis itu mereka pergi karaokean setelah itu Rizal mengantar Arimbi pulang ke rumahnya.

Hari ke 2

Rizal dan Arimbi menghabiskan waktu mereka bercanda di sebuah cafe. Suasana cafe yang remang - remang dengan sedikit alunan musik yang syahdu membawa mereka kepada situasi yang romantiis. Sebelum pulang, Rizal membelikan sebuah kalung perak yang ada buah kalungnya berbentuk bintang untuk Arimbi.

Hari ke 3

Mereka pergi jalan - jalan ke Mall untuk membeli hadiah ulang tahun untuk Mukhlis (salah satu sahabat Rizal). Setelah mereka merasa lelah berkeliling mall, mereka memutuskan untuk membeli sebuah jam tangan. Setelah itu mereka beristirahat dan duduk di foodcourt, makan sepotong kue dan minum segelas jus. Mereka pun akhirnya mulai berpegangan tangan untuk yang pertama kalinya.

Hari ke 7

Rizal dan Arimbi bermain bola bowling dengan teman - temannya. Karena hal ini untuk yang pertama kalinya Arimbi bermain bowling, Arimbi merasa sakit di tangannya. Kemudian Rizal memijit - kijit tangan Arimbi.

Hari ke 26

Rizal mengajak Arimbi untuk makan malam di sebuah cafe yang berada di tepi pantai. Bulan sudah menampakkan drinya, langit yang begitu cerah menghamparkan ribuan bintang dalam pelukannya. Mereka duduk menunggu makanan sambil menikmat desir angin berpadu dengan suara gelombang bergulung di pantai. Sekali Arimbi melihat bintang dan melihat ada bintang jatuh (shooting star). Dia mengucapkan suatu permintaan dalam hatinya.

Hari ke 41

Hari ini adalah hari ulang tahun Rizal. Dengan susah payah Arimbi membuat sebuah kue kek ulang tahun untuk Rizal. Walau pun itu bukan kue yang pertama kali di buatnya. Tapi, rasa sayang yang hadir di dalam hatinya yang membuat kue itu menjadi kue terbaik buatannya. Rizal senang sekali menerima kue buatan Arimbi. Dan pada saat dia meniiup lilin tersebut, Rizal mengucapkan suatu harapan saat meniup lilin itu.

Hari ke 67

Rizal dan Arimbi menghabiskan waktu mereka di Sunway lagoon. Berjalan beriringan di The World's Longest Pedestrian Suspension Bridge sambil menikmati indahnya panoraman di sekeliling mereka. Naik The Viking, makan eskrim bersama dan mengunjungi salah satu kios permainan. Rizal menghadiahkan sebuah boneka Teddy Bear yang sangat besar bermata biru untuk Arimbi. Sementara itu Arimbi membelikan sebuah Mp3 thumbdrive player untuk Rizal.

Hari ke 71

Rizal dan Arimbi pergi ke Suntec City di Temasik. Untuk melihat meriahnya pameran dari negri china. Arimbi mengajak Rizal mengunjungi salah satu kios "Fortune Telling". Sang peramal hanya mengatakan "Harga waktumu bersamanya mulai sekarang" kemudian sang peramal meneteskan airmata.

Hari ke 85

Rizal mengajak Arimbi untuk pergi ke pantai. Sebuah pantai yang bernama Desaru, suasana pantai saat itu lagi sepi. Karena, memang bukan waktu libur untuk orang lain.Merekan melepaskan sandal dan mulai berjalan mengelilingi pantai dengan berpegangan tangan. Merasakan lembutnya pasir dan dinginnya air laut yang menghempas di kaki mereka. Matahri mulai terbenam dan mereka berpelukan seakan - akan tidak ingin berpisah lagi.

Hari ke 99

Rizal memutuskan kalau hari ini mereka menjalankan hari dengan santai, sambil berputar - putar tanpa arah dan tujuan dan akhirnya mereka duduk di sebuah taman.


1520 hour

"Rizal, aku haus, aku cari minum sebentar ya."

"Biar aku aja yang pergi beli minum. kamu tunggu disini aja ya. Aku mau minum Green Tea. Kamu minum apa?"

"Biar aku aja yang pergi tuk cari minum ya, kamukan capek habis keliling - keliling. Sebentar ya." pinta Arimbi

Rizal akhirnya mengangguk, kakinya memang sedang kram saat itu.

1530 hour

Rizal sudah menunggu selama 10 menit, namun Arimbi belum kunjung datang dengan membawa minuman. Tiba - tiba seseorang yang tidak di kenalinya berlari menghampiri Rizal dengan wajah yang sangat panik.

"Ada apa, Pak?" tanya Rizal

"Ada seorang perempuan di tabrak mobil, sepertinya wanita itu teman kamu."

Rizal segera berlari bersama dengan orang - orang yang berada di tempat itu. Disana, di atas jalan yang panas berjemur terik matahari siang, tergeletak tubuh Arimbi bersimbah darah yang masih memegang botol minumannya. Rizal langsung menlpon ambulance dan langsung mengikuti Arimbi ke rumah sakit. Bersama - sama ambulance selama 8 jam 10 menit, Rizal tidak merasa senangduduk menunggu di ruang tunggu. Sebentar berdiri, sebentar mondar mandir.Pikiran Rizal sangat kacau, tidak begitu lama seorang dokter keluar dengan wajah yang penuh penyesalan.

2353 hour

"Maaf, tetapi kami sudah berusaha semampu kami dan memberikan yang terbaik untuknya. Sekarang dia masih bernafas, tapi sebentar lagi Tuhan akan memanggilnya. Kami menemukan surat ini di dalam sakunya." ucap sang dokter sambil memberikan sepucuk surat kepada Rizal.

Rizal menerima surat itu, kemudian berlalu untuk masuk ke dalam ruangan Arimbi,. Wajah Arimbi sangat pucat akan tetapi terlihat damai. Rizal duduk di samping pembaringan Arimbi kemudian menggenggam erat tangan Arimbi. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya Rizal merasakan goresan luka yang sangat dalam di hatinya. Butiran airmata mengalir dari kedua matany. Kemudian dia mulai membaca surat yang telah di tulis oleh Arimbi.

Sahabatku Rizal...

100 hari kita sudah hampir habis. Jujur aku menikmati hari - hari saat aku bersamamu. Walaupun terkadang kau buat aku merasa sedih dan terkadang kau buatku bahagia. Akan tetapi, semua itu justru membawaku ke titik kebahagiaan dalam hidupku. Aku menyadari, bahwa kau adalah sosok pemuda yang berharga dalam hidupku. Aku menyesal tidak pernah berusaha untuk mengenalmu lebih dalam lagi sebelumnya. Sekarang aku tidak meminta apa - apa, aku hanya berharap kalau kita bisa memperpanjang hari - hari kebersamaan kita. Sama halnya seperti yang aku ucapkan pada bintang jatuh (shooting star) itu di pantai. Aku ingin kau menjadi cinta sejati dalam hidupku. Aku ingin menjadi kekasihmu selamanya dan berharap kau juga akan berada di sisiku seumur hidupku. Rizal aku sangat sayang padamu...

2358 Hour

"Arimbi,,, apakah kau tahu harapan apa yang ku ucapkan dalam hati saat aku meniup lilin ulang tahunku? Aku pun berdo'a agar Tuhan mengizinkan kita bersama - sama selamanya. Rimbi, kau tidak boleh meninggalkan aku! Hari yang kita lewati baru berjumlah 99 hari! Kau harus bangun dan kita akan melalui ribuan hari bersama - sama! Aku juga sayang padamu, Arimbi. Jangan tinggalkan aku,,, Sayang.... Jangan biarkan aku kesepian! Aku sayang kamu...."

Jam di dinding berdentang 12 kali... Jantung Arimbi berhenti berdetak. Hari itu adalah hari ke 100...

Sedikit renungan...

Jika kamu mencintai seseorang, ungkapkanlah sebelum itu terlambat. Karna, kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi besok. Kau tidak akan pernah tahu siapa yang akan meninggalkanmu dan tidak akan pernah kembali lagi.

True love doesn't always have a happy ending, because true love never ends... Be more concerned with your character is what you really are, while your reputation is merely what others think you are.

Rabu, 20 Mei 2015

Cerpen - Sepenggal Asa

Dengan perasaan takut bercampur cemas, aku mendekat dan membaca pengumuman. Ternyata aku termasuk ke dalam daftar panjang siswa yang lulus ujian. Di satu sisi aku merasa bahagia, dan disisi lain aku tak ingin bermimpi untuk meneruskan ke perguruan tinggi. Karena aku tau itu tak akan terjadi. Berita bahagia itu segera aku kabarkan kepada orang yang selalu mendo'akan untuk keberhasilanku, yaitu Mama.

Dengan mata berkaca - kaca Mama mengingatkan aku, "Ingat, Nak. Semua belum berakhir. Masih ada lagi setelah ini." ucapnya

Mama menginginkan aku untuk masuk ke institut Pemerintah Dalam Negri. Sebenarnya bukan cita - cita ku untuk jadi seorang pegawai negri. Apalagi berkhayal untuk bersekolah di IPDN. Tapi tak apalah semua untuk Mama.

***

Siang itu, karena aku merasa sangat kecapean aku tertidur. Aku terbangunoleh suara deringan Hp ku, ternyata telpon dari Mira pacarku.

"Assalamualaikum, Gimana dengan hasil ujianmu Nando?" terdengar suara dari sebrang sana

"Waalaikum salama... Alhamdulillah aku lulus, beibz" jawabku

Kami berbicara seperti biasa, namun diakhir pembicaraan, Mira mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri hubungan kita.

"Nando, sebelumnya aku minta maaf ya ke kamu. Bukan aku sudah tidak cinta atau sayang lagi ke kamu, tapi aku tidak bisa menjalani sebuah hubungan jarak jauh." ucapnya

Dengan di penuhi rasa penyesalan yg begitu dalam, akhirnya aku pun mengiyakan keputusan Mira. Walau pun jauh di dalam lubuk hati ku masih menginginkannya dan tak ingin hal ini terjadi.

Aku memulai hidup tanpa Cipta, ku buka lembaran baru, membuka hati, mencoba melupakan Mira dan fokus dengan segala tes yang akan aku hadapi nanti.

Tak ku sangka dan tak ku duga sebelumnya, aku pacaran dengan teman sekelasku SMA ku Ela. Aku dan Ela satu kelas selama 2 tahun SMA, akan tetapi kita tak pernah dekat, tegur sapa saja kita jarang.

Saat itu aku bingung untuk mencari baju kemeja untuk mengikuti tes pertamaku, aku memutuskan untuk mengirim pesan singkat ke semua kontak yang ada di hpku yang berbunyi. "Ada yang mau menemaniku untuk mencari kemeja?" ternyata hanya Ela yang menjawab smsku, tidak begitu lama aku pun menjalankan motorku untuk menjemputnya dan menemaniku untuk mencari sebuah kemeja.

Karena seringnya kebersamaan kita, teman - temanku banyak yang mengejek dan mencandaiku. "Udah seperti motor beat aja, pelan tapi pasti."Aku tak merespon ejekan itu karena hatiku masih milik Mira. Aku pikir, Ela hanya menganggap itu juga hanya sebuah ejekan saja, ternyata dia menyimpan rasa padaku. Kita sering nongkrong bareng, jalan bareng dan akhirnya dia mengutarakan perasaannya kepadaku.

Untuk yang pertama kalinya aku di tembak ama cewek dan itu juga pertama kalinya aku menolak cinta yang di berikan kepadaku. Karena, saat itu aku masih sulit untuk menerima menerima kehadran orang baru di dalam hatiku. Namun, beberapa hari setelah kejadian itu, aku melihat Mira jalan dengan cowok lain. Akhirnya aku memutuskan untuk menerima cintanya Ela. Dan akhirnya aku dan Ela pacaran.

Dalam menjalankan hubungan itu, awalnya aku merasa hampa, karena seringkali aku teringat dengan Mira mantan kekasihku. Ela berusaha meyakinkan aku, membuatku agar bisa menerima dan membalas cintanya. Ela selalu mengalah dan mengerti akan semua yang ada pada diriku. Hal itulah yang akhirnya membuatku benar - benar bisa menerimanya.

Tak sedikit pun waktu terbuang sia - sia, setiap hari kami selalu menghabiskan waktu berdua, bahkan hampir setiap waktu. Namun, semua itu tak lama kurasakan. Karena, kami mulai sibuk dengan urusan kami masing - masing. Ela dengan Universitasnya dan aku dengan tes ku.

Untuk tes pertama, kedua dan ketiga aku lulus seleksi, cukuplah untuk membayar rasa lelahku berlatih setiap hari. Namun, perjuanganku berakhir sampai pada tes keempat, aku harus menelan pahitnya kegagalan. Aku sangat terpukul, terpuruk dengan kegagalan itu. Aku mencoba menegarkan hatiku, tetap tersenyum, seolah - olah tidak terjadi apa - apa.

Aku menyembunyikan rasa kekecewaanku, terutama kepada Mama. Aku juga yakin, kalau Mama juga menyimpan rasa kekecewaan terhadapku meskipun dia tidak pernah menunjukkannya kepadaku.

Hubunganku dengan Ela tak lagi seharmonis dulu, kiita sering kali bertengkar tanpa sebab. Itu semua karena rasa minder yang menutupi mata hatiku. Sejak Ela kuliah rasa cemburu dan rasa takut akan kehilangan sering kali merasuk ke dalam pikiranku. Apalagi Ela pernah tidak jujur, saat itu Ela berangkat ke kampus. Memang Ela berpamitan denganku, tapi dia tdak mengatakan kalau dia akan pergi dengan teman cowok. Sejak kejadian itu aku sulit untuk mempercayainya. Aku sering berburuk sangka kalau Ela tidak memberi kabar ke aku. Hari - hari ku lalui tak seindah pertama kali kami pacaran.

Hari itu menjadi hari yang sangat kelabu, di selimuti rasa cemburu yang berlebihan, minder, takut di sakiti. Aku memintanya untuk mengakhiri hubungan kita. Awalnya Ela tak mau menerima kenyataan itu tapi pada akhirnya dia mengiyakan.

Terasa sekali aku sangat kehilangan, kesepian tanpa ada kehadiran Ela. Aku pun akhirnya memintanya untuk kembali. Ela pun akhirnya memenuhi permintaanku, tapi dia berubah. Sangat berubah, tidak seperti dulu. Dia sekarang begitu dingin, cuek dan tak perduli lagi apa yang terjadi denganku...

Pas di hari ulang tahunku, seakan lupa apa yang terjadi diantara kita. Ela membuatku bahagia, sangat bahagia. Aku seperti seorang pangeran. Aku merasakan kembali kasih sayang dan cinta yang dulu pernah ada buatku. Ku buka kado darinya, indah dan buatku senang. Namun, disisi lain aku harus menangis karena di dalam kado tersebut terselip sebuah surat darinya yang menyatakan bahwa, dia tak lagi bisa bersamaku. Aku mencoba untuk berpura - pura tak tau, karena aku masih ingin bersamanya.

Aku bertahan dengan keadaan ini sampai di hari ulang tahunnya. Aku ingin membuatnya bahagia meski saat itu Ela tak lagi menyayangiku. Aku berusaha tuk memberikan yang terbaik untuknya.

Hari yang di nanti pun tiba, aku menyiapkannya jauh sebelumnya karena aku ingin terlihat semuanya sempurna. Malam itu aku ke rumahnya, aku ke sana tidak sendiri, aku di temani oleh sahabatnya Lena. Ternyata Ela saat itu tidak sedang berada di rumahnya, dia lagi merayakan hari jadinya bersama keluarga di taman hiburan, saat aku menelponnya. Dia menyuruhku untuk menunggunya, karena mereka sedang bersiap - siap untuk pulang. Setelah menunggu lebh dari satu jam, akhirnya dari kejauhan aku mendengar suara mobilnya. Kini tiba saatnya aku harus meleralakan hubungan ini berakhir.

Aku berpamitan pulang, saat aku bersalaman dengan ibunya. Tak kuasa aku menahan air mata yang sedari tadi ingin mengalir, aku berusaha untuk tetap tersenyum. Sesampainya di rumah, perasaan sedihku aku curahkan dengan tangisan, sangat berat untuk melepaskannya. Kini hidupku semakin tak berarti dan aku merasa semakin terpuruk dengan semua keadaan ini. Pelan - pelan ku coba tuk bangkit lagi, namun sampai saat ini aku masih menunggunya kembali. Karena, aku sangat menyayanginya.



Minggu, 17 Mei 2015

Cerpen Motivasi - Danau Bening

Dulu aku adalah seorang Mahasiswa dengan angan melambung tinggi menembus batas waktu dan realitas yang sesungguhnya. Sekarang akumerasa terlempar di tempat yang tak pernah terbayangkan. Tapi gadis itu, membuka kembali cakrawala baru, langit baru, bahkan melhirkan matahari baru dari bening matanya.

Bening matanya menyadarkanku, kalau selama ini aku tidak berpijak di bumi dan juga tidak menggantung di langit. Sundari nama sederhana dengan bening mata yang damai bagai danau biru, sejuk dan lembut. Tentu menyegarkan jiwa yang haus.

Sungguh menyejukkan saat aku masuk kelas dan melihat dia berada diantarapara siswi. Ya, danau benng itu adalah muridku. Aku tergagap, semua terasa mimpi yang tidak kunjung dimengerti ujung pangkalnya. Seolah olah aku masuk ke duniia lain, di planet asing.

Aku memula pertemuan - pertemuan pertama di kelas dengan pikiran tertatih - tatih, perasaan asing dan terlempar dari mmpi indah begitu menguasai jiwa. Tapi aku seorang Guru. Harus bisa menampilkan guru sebagai sosok tenang dan dewasa.

"Tahukah kalian, mengapa kita berada disini." dengan segala kewibawaan yang aku miliki, pertanyaan tu aku lontarkan.

Kemampuan teraterikal yang aku pelajari semenjak SMA benar - benar sangat membantu. Pandanganku menyapu seluruh kelas. Terakhir dengan kekhusukan hati pandanganku berakhir kepada gadis danau bening itu. Sundari tersenyum, aku semakin merasakan dia adalah danau bening. Aku pun tersenyum.

Karena kita mempunyai banyak kesamaan, sehingga pagi ini kita di pertemukan. Kita sama memiliki niat yang tulus untuk belajar, aku menjawab pertanyaanku sendiri. "Kita di pertemukan oleh kewajiban, kamu memiliki kewajiban untuk belajar dan saya mempunyai kewajiban untuk mengajar."

Waktu memang selalu mengalir kedepan dan tidak mungkin di undur. Hari terasa berlari dan aku melihat waktu berpacu. Sesekali menjadi damai dan menyenangkan dalam damai jika bersama dengan danau bening.

***
Tubuh yang kecil lincah bergerak dipematang sawah di belakang rumah, lewat jendela setengah terbuka aku selalu melihatnya di payungi senja, seperti ikan mas yang lagi berenang - renang dalam air bening, aku damai melihatnya.

Malam ini tidak seperti malam biasanya. Pintu rumah kontrakanku ada yang mengetuk. Ketika aku buka, si danau bening sudah berada di depan dengan senyum pancuran air. Lincah langkahnya memasuki ruang tamu. Seketika aku merasa damai, aku merasakan kesejukan angin gunung yang memancar dari tubuhnya.Kalimat centilnya bagai riak lembut dengan kecipak air, merdu di telinga.

"Apakah orang dewasa itu sering berbohong?" terkejut aku mendengar pertanyaan itu. Menerawang jauh menembus masa laluku. Waktu kecil aku juga mempunyai pikiran seperti itu. Ayahku mengajariku gemar untuk sedekah, sering marah bila pengemis mendekat kerumah.

"Mengapa kau bertanya seperti itu?" Danau bening tersenyum. "Coba kamu jelaskan, tidak usah ragu..."

"Apakah kejujuran itu perlu?" kali ini aku benar - benar terdampar. Pertanyaan Danau bening seperti arus dalam. Tenang tapi menghanyutkan.

"Sangat perlu. Karena, kejujuran puncak ibadah. Jika kita tidak jujur, kita akan termasuk orang munafik yang di benci oleh Nabi."

"Apakah kejujuran itu baik?" sergah danau bening

"Kejujuran itu puncak kebaikan."

"Tapi mengapa orang - orang marah kepada saya, ketika saya berkata jujur dengan Pak Parmin bahwa makan uang riba itu dosa yang akan mengantarkannya ke neraka. Pak Parmin marah mau menampar saya, untung saya bisa lari. Pak lik juga ikut marah dan beberapa tetangga ikut marah."

Aku bergetar. Ruh ku yang mgungun bergelonjotan melompat - lompat, menabrak - nabrak dan akhirnya tertegun. Aku memandangi Danau bening. "Siapa Pak Parmin?"

"Seorang rentenir terbesar di desa ini, bahkan mungkin terbesar sekecamatan ini." kata Danau bening.

"Karena kadang orang sering kali menolak kebenaran yang telah di gariskan oleh Allah." bagai seorang resi yang baru turun gunung, aku mencoba berkata sebijak mungkin. Danau bening menahan nafas dalam. Dalam hatiku, tumbuh pikiran bahwa apa yang aku katakan menyinggung diriku sendri. Aku merasa Danau bening akan mengeluarkan batu - batu di dasarnya. "Keluarkan saja apa yang ada di dasar hatimu?"

"Pak Haji yang begitu anggun adalah khotbahnya dan mengutuk riba, sering makan malam bersama Pak Parmin, Bapak mengertiikan nasi itu berasal dari uang riba. Setelah itu mereka berdo'a bersama. Pak Haji pulang dengan terlebih dahulu ditempeli lembaran uang yang juga berasal dari riba"

Danau bening menunduk. Aku semakin takjub. Kalimat itu bagai air yang mengalir dalam bibirnya. Gadis seusianya telah banyak bergelut dengan realitas kehidupan. Sedangkan aku, selalu bergelut dengan pikiran - pikiran bagaimana membandingkan dengan pemikiran Hasan Hanafi dengan Khoemaini, atau IIbnu Khaldun dengan Habermas.

"Lalu saya berkata kepada Pak Haji." Danau bening mengangkat wajahnya. "Pak Haji. Uang dan makanan dari Pak Parmin itu dari riba, jadi haram hukumnya. Pak Haji marah, Ayah dan Ibu juga marah."

Dalam hati, saya membenarkan perkataan Danau bening. Aku sering kali melihat ketidak jujuran. Pak kyai dalam dakwahnya selalu mengutip ayat tentang pentingnya ukhuwah islamiyah. Tetapi selama setahun lebih tidak bertegur sapa dengan kyai sebelah rumah hanya masalah yang sepele.

"Mengapa orang dewasa, suka ketidak jujuran?" Kembali Danau bening bertanya.

"Karena, hati mereka tidak sebening hatimu."

"Mengapa hati mereka tidak bening?"

"Karena hati mereka penuh karat dan debu." aku meliirik Danau bening sesaat. "Karena, jarang membasuh jiwa mereka dengan air ketulusan."

"Diamana air ketulusan itu?"

"Di dalam hati yang jujur seperti hatimu."

"Bagaimana mengambilnya?"

"Dengan timba ikhlas dan tali iman."

"Dimana mengambilnya?"

"Di sumur hati terdalam. Sumur yang di gali oleh kesetiaan pada ajaran Allah dan Rasul-NYA."

"Apakah bapak tidak marah saya jujur terhadap bapak, seperti saya jujur kepada pak Parmin dan Pak Haji?"

"Bapak juga tidak jujur dengan diri sendiri. Bapak mengatakan islam menyuruh kita sabar. Tetapi bapak sendiri seringkali marah untuk persoalan sederhana yang seharusnya bisa di selesaikan dengan senyuman."

"Bapak juga mengatakan sholat Jum'at itu paling baik di shaf terdepan. Tetapi bapak selalu terlambat sehingga di shaf akhir. Bapak juga mengatakan betapa pentngnya membaca Al-Quran tetapi saya sangat jarang meliihat bapak membacanya"

Aku bergetar dan hampir saja marah terlontar. Tetapi, kalau aku marah, apa bedanya dengan Pak Parmin rentenir itu. Danau bening menunduk. Aku menangis tersedu.

"Apakah kejujuran itu perlu?"

"Sangat perlu." suaraku serak.

"Mengapa bapak menangis?" Danau bening kembali memancarkan kesejukan. "Bapak marah?"

"Aku terharu... Aku berterima kasih kepadamu. Engkau jujur." aku berkata semakin serak. "Engkau menyelamatkanku."

"Benar bapak tidak marah?"

"Demi Allah, saya tidak marah."

Danau bening tersenyum lalu bersujud. Airmataku semakin deras mengalir. Seandanya Indonesia di pimpin oleh seorang seperti Sundari, gadis beningku, kita tidak akan melihat darah yang tumpah dan sejuta masalah yang tdak ada ujung pangkalnya. Tapi aku sendiri tak seratus persen jujur, karena sempat menyimpan marah walau tidak terlontar....


'-"

Semoga bermanfaat dan penuhb dengan kebarokahan dari Allah....



Kamis, 14 Mei 2015

Cerpen ~ Pembuktian Cinta

Heru, terkenal di sekolahnya sebagai seorang cowok Play boy. Dia terkenal sebagai seorang cowok yang tidak pernah memikirkan perasaan perempuan. Di sekolah di mana dia menuntut ilmu, sudah banyak cewek yang menjadi mangsanya. Akhirnya dia mengerti arti arti cinta.

Hari - hari berjalan seperti biasanya di sekolah tempat Heru bersekolah, deketin cewek, godain cewek pacar berserakan di mana - mana... Itu sudah jadi hal biasa bagi Heru. Sampai suatu hari, dia mendengar ada seorang anak baru di sekolahnya. Airin, seorang cewek cantik, manis, pinter dan judes. Dan sekarang menjadi incaran Heru.

Dalam menjalankan aksinya/PDKT Heru mengalami sedikit kesulitan. Karena, Airin anaknya benar - benar judes. Hal inilah yang membuat Heru menjadi sangat penasaran dan ingin mendapatkannya.

Sifat Airin beda dengan cewek - cewek lainnya, dan inilah yang membuat Heru benar - benar jatuh cinta dengannya. Hingga seorang Heru sang Play boy sampai mabuk kepayang olehnya. Heru sempat berpikir "Inikah yang dinamakan cinta?"

Segala cara telah di lakukan Heru untuk mendapatkan cintanya Airin. Akan tetapi tetap saja Airin tidak pernah menghiraukan perasaan Heru. Karena, dia tahu siapa Heru sebenarnya...

Tiga bulan sudah berlalu Heru tetap mempertahankan rasa cintanya dan tetap berusaha mendapatkan hati Airin. Hingga pada suatu hari, saat semua murid sudah beranjak pulang, Heru tetap duduk di kelasnya dan enggan beranjak dari duduknya. Dia sempat berpikir "Apa yang salah dariku? Hingga sedikit pun Airin tidak mau menggubris ku." tanpa dia sadari ternyata Airin sudah tegak berdiri di depan kelasnya. Dia melihat Heru yang sedang murung.

"Kenapa kamu belum pulang?" tanya Airin

"Gak apa - apa kok, Airin. Aku cuma sedikit bingung."

"Bingung kenapa?''

"Aku sudah melakukan segala cara untuk mendapatkan kamu. Jangan untuk menggubris perasaanku. Untuk berbicara denganku saja baru kali ini..."

"Apa kamu benar - benar sayang sama aku?" Airin kembali bertanya

"Aku benar - benar sayang sama kamu, Airin. Apapun akan aku lakukan untuk kamu. Yang penting kamu mau menerima aku."

"Buktikan."

"Harus dengan apa aku membuktikannya?"

"Aku punya sebuah cincin pemberian ibuku. Tapi, cincin itu terjatuh ke dalam danau di belakang sekolah ini, aku mau kamu ambilkan cincin itu sebagai bukti cintamu."

"Oke... Besok aku akan bawa cincin itu ke kamu."

"Aku tunggu." jawab Airin kemudian beranjak pergi meninggalkan Heru. Namun di dalam hatnya Airin menggerutu. "Cowok play boy kalau tidak di beri pelajaran gak bakalan kapok."

Tanpa berpikir panjang Heru kemudian pergi kebelakang sekolah, untuk mengambil cincin itu, padahal dia sadar kalau dia tidak bisa berenang. Heru melepas seragamnya dan langsung masuk ke dalam danau itu untuk mencari cincin milik Airin, Heru berhasil menemukan cincin itu. Akan tetapi, sesuatu terjadi kepada dirinya. Heru kehabisan nafas dan dia tidak bisa keluar dari danau itu sampai dia tenggelam di danau itu.

Dua hari telah berlalu...

Airin baru tersadar kalau dia nyuruh Heru untuk mencari cincinnya di danau. Saat itu Airin sedang ngobrol dengan teman baiknya, "Dasar cowok play boy.. Di suruh buktikan cintanya dia gak bisa. Malah sudah dua hari tidak masuk sekolah, dasar pengecut."

"Memangnya kamu suruh Heru ngapain?" tanya Resti teman baiknya Airin

"Aku suruh dia untuk mengambil cincinku yang terjatuh di danau belakang sekolah."

"Hah... Apa? Kamu serius, Airin?" jawab Resti dengan nada kaget.

"Iya, memangnya kenapa?"

"Heru itu tidak bisa berenang, lagian danau itu dalam banget."

Dengan perasaan yang panik, Airin kemudian berlari menuju ke belakang sekolah untuk melihat danau itu... Setibanya di danau. Terdengar suara Airin berteriak dengan lantangnya. "Heru,,, Maafkan aku...." Semua murid beserta Guru kemudian berlarian mendekati Airin karena mereka mendengar suara Airin.

Hal buruk memang menimpa sang play boy Heru di temukan mengambang dan sudah tak bernyawa lagi. Hingga tubuh Heru di keluarkan dari danau itu oleh para Guru, Airin tak hentinya menangis sambil memeluk Heru. Dan sebagai bukti cinta Heru ke Airin di tangan Heru yang sudah tak bernyawa, masih ada sebuah cincin yang di genggam yang membuat Airin makin menyesali perbuatannya yang telah menyuruh Heru mencari cincinnya.

Selesai.



Selasa, 12 Mei 2015

Cerpen - Kalau Tak Suka Kembalikan

Sebuah mobil berhenti di depan rumah, pintu pagar otomatis terbuka. Perlahan mobil di jalankan masuk ke dalam bagasi. "Hore!!! Papa pulang" Terlihat anak - anaknya berlari mengikuti mobilnya.

"Pinggir, bahaya tau." ucap sang ayah dengan nadaberteriak.

Anak - anak terdiam. Cahaya kegembiraan yang terpancar di wajah mereka seketika memudar.

"Arman, bawa adik ke dalam." Sang ayah memberikan panduan kepada anak tertuanya.

 Kepulangan sang ayah pada sore itu di sambut dingin oleh anak - anaknya. Istrinya pun ikut terdiam, mendengarkan pengaduan dari anak - anaknya tentang Papanya.

"Papa kecapean. Arman, bawa adikmu mandi. Mama mau siapkan minum untuk Papa dulu. Setelah Papa selesai minum, Papa pasti akan bermain bola dengan kita." pujuk Yanti.

Sementara itu, Papanya yang mendengarkan di ruang tamu hanya mendengus. Tidak berapa lama kemudian terdengar suara berisik dari arah kamar mandi.

"Hah,,, Main air? Pantas saja bulan ini Papa bayar air begitu mahal. Cepat matikan paip tu!!! mandi pakai shower aja." sergahnya.

Suara yang bergema itu mematikan tawa anak - anaknya.

"Setiap kali saya pulang kerumah, pasti berantakan. Kain berserakan, apa kamu di rumah cuma makan, tidur dan duduk saja?" sambungnya kembali saat melihat iistrinya sedang berdiri di belakang pintu kamar mandi.

"Anak - anak, Pa. Mereka yang bermain. Tak apa - apa, nanti Mama kemas semuanya. Papa minum dulu, Mama sudah siapkan di taman.?" balas istrinya lembut.

"Fail saya yang di depan mana?"

"Mama, letak di lemari, Pa. Takut di mainkan oleh anak - anak."

"Bisa gak kamu jangan mengganggu barang - barang, Papa? Fail itu harusnya Papa bawa meeting siang tadi." rungutnya meskipun di hati keclnya mengakui kebenaran dari kata - kata istrinya.

Suasana kembali sepi. Terasa sangat begitu jauh berbeda. Dia tercari - cari suara berisik anak - anak dan wajah istrinya.

"Laila" keluhnya yang akhirnya terbaring di sofa. "Papa mau ke out station minggu depan."

"Lama?" tanya Yanti

"Mungkin satu minggu."

"Liburan sekolah juga lama, Pa. Boleh saya ikut?"

"Anak - anak?''

"Ikut juga lah, Pa."

"Tidak,,, tidak,,, tidak !!! Susah nanti. Macam - macam tingkah yang akan mereka buat di sana nanti. Ingat saja waktu kita pergi ke legacy dulu."

"Waktu itu, Ardy masih kecil, Pa." jawab Yanti dengan wajahnya yang sayu. Dia masih berusaha memujuk suaminya, meskipun dia tahu suaminya meski pun dia tahu kalau suaminya tak akan merubah keputusan yang telah di buatnya tadi. "Tak mungkin Ardy akan mengulangi kesalahannya memecahkan piring di hotel, Pa. Waktu itu dia masih sangat kecil, Pa. Belum memiliki pikiran seperti sekarang ini. Lagi pula berapa lah harga piring yang di pecahkannya itu, malahan pihak hotel tidak meminta ganti rugi. Boleh lah, Pa. Sudah sangat lama kita tidak pernah pergi kemana - mana "

"Kalau Mama memang ngin betul jalan - jalan. Sabtu ini Papa antar Mama pulang kampung."

Sesuai dengan perkataannya, akhirnya pas hari sabtu. Anak dan istrinya di antarkannya ke kampung halamannya. Yanti tidak berkata apa - apa, akan tetapi dia tahu kalau di dalah hati kecil istrinya itu sedang menggerutu. Berbeda dengan anak - anaknya, yang tampak begitu riang gembira ketika mobil berhenti pas di depan rumah nenek mereka. Tidak begitu lama dia berada di rumah mertuanya itu, dia pun bergegas dan pamitan untuk pulang. Ayah mertuanya membekalkan dia sebuah kitab lama.

"Cobalah baca kitab ini, Bapak mengambilnya dari masjid saat mereka ingin membakarnya. Bapak sengaja mengambilnya untukmu."

"Mana lah saya ada waktu untuk membacanya."

"Tidak mengapa, peganglah dulu. Kalau kamu tidak suka. Kamu boleh mengembalikan ke Bapak."

mendengar ucapan mertuanya itu, dia tersentak kaget dan kata - kata itu selalu terlinta di pikirannya. "Kalau tak suka kembalikan"

Apakah Bapak mertuanya mengetahui masalah yang tengah melanda rumah tangganya? Bukan... Bukan tak suka, malahan dia tambah sayang dengan Yanti. Meskipun Yanti memang bukan pilihannya. Dunia akhirat Yanti adalah istrinya...

Seminggu sudah berlalu, dia pun sudah menjemput istrinya dan membawanya pulang.

Malam harinya saat berada di meja makan, Yanti yang tidak mendapati suaminya berada di ruangan itu, menyuruh anak tertuanya untuk memanggil Papanya.

"Papa... Makan." teriak Arman

"Tak bisakah memanggil, Papa secara baik? Papa tidak tuli tau..." bentaknya

Arman kemudian menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. "Kenapa Papa marah - marah?" ucapnya dalam hati.

"Mama masak apa?"

"Mama masak sop tulang dengan sambal udang." jawab Ardy memotong sebelum Mamanya sempat menjawab.

"Tak ada yang lain kah yang bisa Mama masak? Dah lah, Papa tak mau makan, hilang selera."

"Papa mau kemana?" tanya istrinya pelan

"Mau keluar."

"Mama sudah masak, Pa."

"Tak apa lah, Ma. Ardy bisa menghabiskan semua masakan, Mama!!!" potong Ardy yang memang melihat Papanya sudah sampai di depan pintu

Yanti tahu kalau anak keduanya itu hanya membujuk untuk menyenangkan hatinya. Anaknya itu memang sudah pandai mengambil hatinya. Setelah melihat Papanya sudah benar - benar keluar Ardy dan Arman bertanya kepada Mamanya. "Ma, kenapa belakangan ini Papa sering marah - marah?"

"Mungkin Papa lagi banyak kerjaan. Sudahla, ayo kita makan."

"Abang tak suka lihat Papa marah - marah." sergah Arman.

"Adik pun begitu, kalau lihat Papa marah, mukanya seperti Gorilla kan?" Kata - kata Ardy barusan di sambut dengan tawa Mama dan saudaranya yang berada di ruangan itu.

Di dalam hati kecil Yanti berbisik, Apa salahku terhadap Papa sehingga menjamah masakanku pun tidak... Kalau pun aku ada salah, Apa?

Beberapa minggu kemudian...

Di telusurinya garis wajah istrinya, di situ Heru melihat ada sesuatu yang berbeda. Raut wajah yang tenang, akan tetapi ada sesuatu yang sangat sukar untuk di tafsirkan."Mama sakit?"

Yanti tersenyum, kemudian menuangkan segelas air minum.

"Papa, tak lama lagi Ardy akan memiliki satu orang adik lagi." Ardy yang memang sedari tadi berada di dekat mamanya menyela pembicaraan.

Heru tersenyum, jemari istrinya di genggamnya erat. Tiba - tiba cangkir berisi kopi yang yang masih panas terjatuh dan pecah di lantai. Ardy terkejut.

"Lihat! Ada aja yang kamu buat. Coba kamu duduk baik - baik. Kalau air itu kena Mama atau Papa gimana?" Heru memarahi anaknya yang terlihat tertunduk karena ketakutan, sambil berlindung di balik baju Mamanya yang di tariknya.

Heru memegang tangan Ardy sangat kuat, yang menyebabkan anak itu nangis. Seketika di ayunkannya tangannya yang terlihat ingin menampar wajah anak keduanya itu. Namun, Yanti segera menangkis dan menangkap tangan Heru.Namun, Heru menolak Yanti hingga dia beberapa kali memukuli anaknya.

"Kelakuan buruk, tak pernah bikin orang senang !!!"

Yanti bangun dari jatuhnya dan menarik lembut Ardy kedalam pelukannya. Airmata mereka bersatu. Sungguh pilu hatinya melihat kekasaran suaminya terhadap anak - anaknya.

"Cukuplah, Pa. Papa sudah hukum dia, tapi janganlah Papa sebut yang bukan - bukan." ujar Yanti.

"Macam mana kamu didik anak - anak sehingga kelakuannya begitu buruk? Coba kamu lihat anak orang lain, ada seperti anak kita ini? Coba lihat anak tetangga tu, tidak pula seperti anak kita ini kelakuannya." Omel Heru.

Heru mengusap wajahnya. Dia merasa bersalah kepada Ardy. Kenapa terhadap anak itu dia selalu tidak pernah suka. Ada saja salah Ardy di matanya. Selalu ada saja yang kurang berkenan di hatinya terhadap anak - anak dan istrinya. Tidak cukup dengan perbuatan, dia malah dengan begitu mudahnya melemparkan kata - kata yang bukan - bukan terhadap mereka.

"Tidak bisakah kalian semua diam dan tidak berisik, sehari saja? Aku tidak pernah merasa tenang kalau berada di rumah ini."

Yanti kemudian menyuruh anak - anaknya bermain bola di halaman belakang rumah. Dia bermaksud ingin memberikan ketenangan untuk suaminya nonton Tv. Namun, namanya kecelakaan siapa yang tahu, dari arah belakang rumah. Terdengar suara kaca jendela pecah.

"Celaka betul !!!" Sumpahnya sambil memukul meja dengan kuat.

"Abang" gumam Yanti yang melihat suaminya marah

"Baik kamu lihat anak - anak kamu itu sebelum aku menghajar dan menhambatnya dengan rotan !!! Kelakuan sama dengan siluman." cetusnya kasar

Akhirnya kaca jendela yang pecah kembali di ganti. Cerita sumpah seranahnya sore itu hilang begitu saja, Yanti berubah. Sikapnya yang pendiam, kini menjadi semakin pendiam. Anak - anaknya juga sedikit menjauh. Tak ada lagi cerita tentang Arman yang periang. Tak ada lagi cerita tentang Ardy yang Jenaka. Ardy juga sudah tidak mau lagi memanggilnya untuk makan.

Heru merasa puas hati, Barang kali itu saja cara yang bisa memberikannya sedikit pelajaran pada anak - anaknya.

Saudara - saudara yang datang berkunjung kerumahnya satu persatu berpamitan di saat Hendra berpamitan dia sempat menyemangati Heru. "Sudahlah, Om. Jangan bersedih terus. Om, masih muda. Om, akan dengan mudah untuk mencari pengganti Tante Yanti."

Alangkah mudahnya jika dia masih bisa menemukan sosok wanita seperti Yanti. Tidak ada satu pun yang kurang dari Yanti sebagai seorang Istri, hanya saja Heru tidak pernah merasa puas hatinya. Yanti tidak pernah sekali pun memperlihatkan wajah cemberutnya jika di marah. Yanti tidak pernah membantah. Sepanjang usia pernikahannya mereka Yanti tidak pernah meminta lebih dari apa yang telah ia berikan. Yanti hanya mendapatkan tempat B meskipun dia layak untuk mendapatkan tempat yang lebih baik dari tempat A.

Ya, Yanti kini telah pergi membawa semua anak - anaknya. Tidak ada satu pun yang di tinggalkannya. Yanti, Arman, Ardy dan calon anaknya telah pergi untuk selamanya. Mereka meninggal akibat kecelakaan.

Pagi itu, anak - anak sekali lagi di marah ketika hendak pergi kesekolah. Arman dan Ardy rebutan tempat duduk ketika hendak sarapan. Hal itu menyebabkan air cuci tangan tumpah ke meja. Kemaraha Heru tiba - tiba menguasai dirinya, kepala kedua anaknya di hantukan. Bukan itu saja, dari mulut Heru juga keluar kata - kata yang tidak seharusnya di ucapkan. "Kalian semua ini, kalau seperti ini terus, seharusnya kalian tak ada, daripada ada tapi bikin pusing terus. Bikin susah saja."

Yanti yang mendengar perkataan kasar suaminya termenung. Matanya berkaca - kaca dan anak - anaknya waktu itu tidak ada satu pun yang menyalaminya ketika hendak berangkat kesekolah. Yanti juga tidak berkata apa - apa sebelum menghidupkan Mobilnya untuk mengantar anaknya kesekolah. Heru juga melihat Yanti yang menghapus air matanya. Kemudian dia melanjutkan sarapannya.

Sejenak dia terpandang hidangan untuk anak - anaknya yang tak tersentu. Susu masih penuh di dalam gelas. Roti telur yang menjadi kesukaan anak - anaknya juga tidak diambil. Selama ini Yanti tidak pernah lupa. "Kalau Tak Suka Kembalikan" Kata - kata itu kembali terlintas di dalam benaknya.

Kali ini dia benar - benar menangis. Yanti dan anak - anaknya tidak pulang kerumah sejak pagi itu. Hari - harinya tak lagi di ganggu oleh perilaku anaknya yang berisik. Rumah menjadi sepi dan sunyi. Tetap dia tidak bisa tidur dengan tenang. Di halaman belakang rumah hanya ada kenangan. Kelibatan anak - anaknya bergumpal dan berlari mengejar bola tak lagi terlihat. Suara berisik jika anak - anaknya mandi tidak lagi terdengar. Kini Heru mulai di hantui oleh rasa kerinduan yang begitu dalam. Hanya ada kesunyian di mana - mana. Hanya tinggal bola yang terselip di rumput bunga.

Selaut rindu mulai menghambat patai hatinya.

Benarlah, kata pepatah. Kita akan tahu harganya jika kita kehilangan.

Yanti tidak akan pernah pulang, sekali pun dia berjanji untuk berubah. Yanti pergi membawa anaknya pagi itu menggunakan mobilnya dan di tabrak oleh mobil truk yang sedang melintas dengan kecepatan tinggi. Yanti pergi tanpa meninggalkan satu pun anak untuknya. Yanti pergi membawa Arman, Ardy dan anak yang akan di lahrkannya dua bulan kedepan...

Heru menangis sejadi - jadinya ketika melihat wajah anak dan istrinya. Dia memeluk tubuh Yanti yang berlumur darah. Umpamanya Yanti adalah kitab lama itu, yang di berikan mertuanya. Lapuk bagaimanapun di pandang harganya tak terbanding dan karena keenggananya Yanti pun di pulangkan.

Kita tidak akan menghargai sesuatu sehinggalah kita kehilangannya....

Penulis : Yunus Man



Senin, 11 Mei 2015

Cerpen - Valentin Terindah Selamanya Akan Ku Kenang

Tinggal menunggu hitungan jam, aku ingin memeberkan kejutan yang spesial untuk pacarku (Febri) semua sudah aku persiapakan untuk menyambut malam valentin. Aku berencana untuk membeli kue untuk malam valentinku bersama pacarku. Aku pun berpamitan ke pacarku dengan alasan aku mau menemani temanku untuk membeli sebuah kado tuk pacarnya. Tidak berapa lama kemudian aku pun pergi ke toko kue. Aku menitipkan kue yang tadi aku beli kepada Dewi bersama dengan jam tangan yang sudah aku siapkan untuk pacarku sebagai kado valentinenya.

Tapi... Sepulang aku dari toko kue, aku melihat hp pacarku tergeletak begitu saja di atas meja belajarnya. Aku ambil dan ku lihat di dalam hp itu yang terlihat hanya sebuah foto biasa. aku pun kemudian menekan tombol kembali yang berada di hp pacarku. Betapa terkejutnya aku melihat walpaper hp pacarku. Disitu dia masih menggunakan foto mantan pacarnya anggel. Di situ aku sempat terdiam melihat foto itu. Saat Febri melihatku, aku hanya pura - pura tersenyum melihatnya, aku pura - pura tidak melihat foto itu. Foto dia bersama mantannya.

Aku masuk ke kamar mandi, dan disitu aku menangis, aku tidak menyangka kalau selama ini dia masih menyimpan foto mantannya, hati aku sakit, sakit banget. Yang terlintas di pikiranku saat itu, apakah pacarku mencintaiku atau tidak? Jika dia masih mencintaiku, mengapa dia masih menyimpan foto mantannya dan menjadikannya sebagai walpaper hpnya? Aku coba tegar, aku coba kuat di depan dia, aku menahan air mataku air mataku agar aku tidak menangis saat aku menatap mata dan wajah indahnya, aku tersenyum walaupun sebenarnya aku menangis.

Dulu... Aku akui, kalau sikapku terlalu egois sama dia, aku terlalu cemburu dan aku sering marah - marah sama dia. Aku bahkan tidak pernah mengertikan dia, dulu aku pernah melihat pacarku masih menyimpan foto mantannya dan disitu aku marah - marah sama dia. Bahkan aku memaksanya untuk menghapus semua foto dia bersama mantannya.

Aku tahu, pacarku pacaran dengan mantannya pacaran sangat lama, sampai Empat tahun. Pasti banyak kenangan ndah mereka berdua yang tidak bisa untuk di lupakan oleh pacarku begitu saja. Aku begitu jahat, aku egois akan semua itu...

Tapi malam ini, pas bertepatan malam valentin, aku berjanji sama kamu sayang. Meski tidak bisa aku ucapkan lewat bibirku. Aku berbicara dalam hatiku. Aku tidak akan marah - marah lagi, aku tidak akan egois lagi, aku akan selalu mengertikanmu dan aku tidak akan bahas soal mantanmu lagi...

Aku akan belajar untuk tidak membahas soal kamu menyimpan foto mantanmu, aku akan belajar dan terus belajar agar kamu tidak kecewa dan terluka karna sikap ego dan rasa cemburuku. Dan satu hal yang aku ingin kamu tahu betapa aku mencintaimu dan betapa berharganya kamu buat aku.

Sayang, Jika suatu saat nanti kita tidak berjodoh, aku siap untuk melepaskan kamu, jika aku belum bisa membuatmu bahagia, aku rela kamu bahagia bersama wanita lain yang jauh lebih sempurna dari aku. Yang bisa menyayangimu dan bisa membuatmu bahagia lebih dari yang aku lakukan padamu selama ini.

I Love You And Forever Love You.



Kamis, 07 Mei 2015

Cerpen - Ketulusan Cinta

Para penumpang bus memandang dengan penuh simpati d saat wanita muda berpoenampilan menarik dan bertongkat putih itu dengan hati - hati menaiki tangga. Kemudian membayar supir bus lalu dengan tangan meraba - raba kursi yang tadi di katakan kosong oleh supir. Tak begitu lama wanita itupun duduk, meletakkan tasnya di pangkuannya dan menyandarkan tongkatnya pada tungkainya.

Setahun sudah berlalu sejak Susan (34 tahun), menjadi buta karena kesalahan diagnosa. Sejak itulah dia kehilangan penglihatannya dan terlempar ke dunia yang gelap gulita, penuh amarah, frustasi, dan rasa belas kasihan kepada dirinya sendiri.

Sebagai wanita yang independen Susan merasa terkutuk oleh nasib yang sangat mengerikan yang membuatnya kehilangan kemampuan, merasa tak berdaya, dan menjadi beban bagi semua orang di sekelilingnya.

"Bagaimana mungkin semua ini terjadi padaku?" tanyanya dalam hatinya, yang terus - terusan memarahi dirinya sendiri.  Tetapi, betapa pun seringnya ia menangis, menggerutu atau berdo'a, dia mengert kenyataan yang menyakitkan bahwa penglihatannya takkan pernah pulih lagi. Depresi mematahkan semangat Susan yang tadinya selalu bersikap optimis.

Mengisi waktu seharian kini merupakan perjuangan berat yang menguras tenaga dan membuatnya frustasi. Dia menjadi sangat bergantung kepada Mark, suaminya. Mark adalah seorang perwira angkatan udara. Dia sangat mencintai susan dengan keihklasan dan ketulusan hatinya. Ketika istrinya baru kehilangan penglihatannya, dia melihat bagaimana Susan tenggelam dalam keputus asaan. Mark bertekad untuk membantunya menemukan kembali kekuatan dan rasa percaya diri yang di butuhkan susan untuk menjadi seorang pribadi yang mandiri lagi. Latar belakng Mark membuatnya terlatih untuk menghadap berbagai situasi darurat, tetapi dia tahu, ini adalah pertempuran yang paling sulit yang pernah di hadapinya.

Di suatu hari, akhirnya Susan merasa siap untuk bekerja lagi. Tetapi, bagaimana dia akan bisa sampai ke kantornya? Dulu Susan bisa naik bus, tetapi sekarang? Dengan kondisinya yang tak bisa melihat, tidak mungkin bisa baginya untuk  pergi sendiri, akhirnya Mark menawarkan diri untuk mengantarkannya setiap hari, meskipun tempat kerja mereka berada di pinggir kota yang bersebrangan.

Mula - mula kesepakatan itu membuat Susan merasa nyaman dan Mark puas, karena bisa melindungi istrnya yang buta. Yang tidak yakin bisa melakukan hal - hal paling sederhana sekalipun. Akan tetapi, Mark akhirnya menyadari bahwa pengaturan itu kelirumembuat mereka terburu - buru dan mahal. Susan harus belajar naik bus sendiri lagi. Mark menyimpulkan di dalam hati. Tetapi gagasan itu hanya di simpannya di dalam hati dan pikirannya. Dia tidak memiliki banyak keberanian untuk mengatakannya kepada Susan. Apalagi saat ini Susan masih sangat rapuh, masih sangat marah. Apa reaksinya nanti?

Selama dua minggu penuh, dengan berseragam militer lengkap. Mark mengantar ke dan dari tempat kerja setiap hari. Dia mengajarkan Susan agar bergantung kepada indranya yang lain, terutama pendengarannya untuk menemukan dimana ia berada dan bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Dia mengajarkan Susan berkenalan dan berteman dengan supir - supir bus dan menyisakan satu kursi kosong untuknya. Dia membuat Susan tertawa, bahkan pada hari - hari yang tidak terlalu menyenangkan ketika Susan tersandung sewaktu ingin menuruni bus, atau menjatuhkan tasnya yang penuh dengan berkas di lorong bus.

Setiap pagi mereka berangkat bersama - sama, setelah itu, Mark akan naik taksi ke kantornya. Meskipun pengaturan itu lebih mahal dan melelehakan daripada yang pertama, Mark yakin bahwa hanya soal waktu sebelum Susan mampu untuk naik bus tanpa di kawal. Mark sangat mempercayainya, percaya kepada Susan yang dulu di kenalnya sebelum wanita itu kehilangan penglihatannya, wanita yang tidak pernah takut menghadapi tantangan apapun dan tidak akan pernah menyerah.

Pada suatu hari, akhirnya Susan memutuskan untuk melakukan perjalanan seorang diri. Hari itu, Senin. Sebelum berangkat, Susan memeluk Mark yang pernah menjadi teman satu bs dan sahabat terbaiknya. Matanya berkaca - kaca penuh rasa syukur karena kesetiaan, kesabaran dan cinta yang begitu tulus yang di berikan oleh Mark. Dia mengucapkan selamat berpisah. Untuk pertama kalinya mereka pergi ke arah yang berlawanan. Seni, Selasa, Rabu, Kamis dan selanjutnya di jalaninya denga sempurna. Belum pernah Susan merasa seuas itu. Dia berhasil!!! Dia mampu berangkat kerja tanpa di kawal.

Pada Jum'at pagi, seperti biasa Susan naik bus ke tempat kerja. Ketika dia membayar ongkos sebelum turun, supir bus itu berkata. "Wah, aku iri padamu" Susan tidak yakin jika supir itu mengajaknya berbicara. Lagi pula siapa yang akan merasa salut dengan seorang yang buta, yang sepanjang tahun lalu berusaha untuk menemukan keberanian untuk menjalani hidup?

Dengan rasa penasaran, dia pun akhirnya berkata kepada si supir. "Mengapa kau mengatakan bahwa kamu merasa iri padaku?"

Supir itu pun menjawab. "Kau past senang selalu dilindungi dan di jagai seperti itu."

Susan tidak mengerti apa maksud dari omongan supir itu. Sekali lagi dia bertanya. "Apa maksudmu?"

"Kau tahu, minggu kemarin, setiap pagi ada seorang pria tampan berseragam militer berdiri di sudut jalan dan mengawasi waktu kamu turun dari bus. Dia memastikan bahwa kamu menyebrang dengan selamat dan dia mengawasimu terus sampai kau masuk ke kantormu. Setelah itu dia meniupkan ciuman, memberi hormat ala militer, lalu pergi. Kau adalah waniita yang sangat beruntung." ucap si supir.

Seketika air mata bahagia membasahi pipi Susan. Karena, meskipun secara fisik tidak dapat melihat Mark, dia selalu bisa memastikan kehadirannya. Dia beruntung, sangat beruntung, karena Tuhan memberikannya hadiah yang jauh lebih berharga daripada penglihatan, hadiah yang tak perlu ia lihat dengan matanya untuk meyakinkan diri. Hadiah cinta yang tulus dari seorang suami yang bisa menjadi penerang diimanapun dia berada, meskipun itudi dalam kegelapan.

Rabu, 06 Mei 2015

Cerpen - Yang Terbaik Dan Tak Bisa Ku Miliki Lagi

Aku buka handphoneku, tak ada lagi kamu yang selalu memenuhi inboxku. tak ada lagi ucapan selamat pagi, selamat tidur, untukku. tak ada lagi canda tawamu, tak ada lagi leluconmu yang selalu membuatku tertawa kecil, tak ada lagi tatapan yang sering membuat jantungku berdebar, tak ada lagi tangan yang menggenggam jemariku ang menguatkanku di saat aku sedang ada masalah. Kini semuanya hilang, tak seperti dulu lagi.

Aku berharap, hari - hariku berjalan dengan mulus seperti sebelum aku mengenalmu. Walau kini tak ada kamu di sampingku, aku mencoba menjalani semua aktifitasku secara normal. Dan aku berharap, aku bisa menjalani semua, walau hatiku terasa kosong, hampa tanpa dirimu yang selalu menemaniku setiap harinya.

Aku harus tetap tegar dengan semua ini. Setelah kepergianmu, aku menyadari bahwa betapa besar cinta ini kepadamu. Kamu merampas semua semua cinta dan kebahagiaan yang yang ku punya, kau bawa lari ke tempat yang begitu asing yang membuatku tidak tahu akan keberadaannya. Siksamu begitu besar untukku, dan aku begitu lemah untuk mendapatkan goresan luka di benakku yang semakin hari semakin bertambah.

Sekarang aku baru sadar, bukan dia yang mencintaiku dengan tulus. Akan tetapi, kamulah yang telah menyayangiku dengan tulus tanpa ada kebohongan. Jujur, kini aku baru menyesal. Setelah aku tersadar kalau kamu benar - benar pergi meninggalkanku di sini bersama bayangmu.

Aku menyesal karena telah membuatmu kecewa, walau pun tidak ada niat di hati tuk membuatmu kecewa. Aku menyesal lebih memilih dia, padahal sudah jelas - jelas bahwa kamulah kekasih hatiku. Kini aku baru tersadar setelah dia menyakitiku dengan berbagai janji - janji palsu dan semua yang di ucapkannya kepadaku hanyalah sebuah kebohongan. Antara kamu dan dia sangat jauh berbeda, kamu yang selalu menyayangiku dan selalu aku sia - siakan. Mengapa aku sebodoh ini?

Aku tidak pernah membalas semua kebaikanmu padaku dan aku juga tidak pernah menyayangimu seperti kamu yang begitu tulus dan selalu menyayangiku. Bahkan setiap kali aku bertemu denganmu, aku selalu melampiaskan semua amarahku padamu. Dan anehnya kamu yang meminta maaf padaku.

Sering aku membohongimu, sering aku berkencan dengannya tanpa sepengetahuanmu. Dan itu berarti aku bermain di belakangmu. Setiap kali kamu ingin bertemu denganku, aku selalu saja mempunyai alasan konyol untuk menolak. Tapi mengapa aku selalu tidak bisa menolak setiap kali dia ingin bertemu denganku? Bahkan jika kamu mengajakku untuk pulang bareng, aku tak mau dan menolakmu. Aku lebih memilih untuk pulang bersama dengan teman - temanku. Aku sadar kalau itu salah, tapi aku juga tidak tahu mengapa aku selalu saja mengulanginya.

Kamu sering berkata kalau aku itu EGOIS, dan aku tidak bisa menerima kamu mengatakan kalau aku EGOIS. Aku selalu saja memarahimu jika kamu mengatakan kalau aku EGOIS. Sekarang aku baru sadar kalau aku itu EGOIS. Benar katamu....

Apapun yang aku inginkan selalu kamu laksanakan. Tapi, aku tidak pernah melakukan apapun yang kamu inginkan. Hingga beberapa minggu terakhir ini, kamu pergi menjauhiku, menghilang dari kehidupanku, tanpa ada memberikan kabar kepadaku dan aku berpikir kalau kamu telah memutuskan aku secara sepihak, tanpa aku tahu permasalahannya apa?

Di hari aku jadian dengannya, kamu menghubungiku. Entah mengapa aku jadi sangat membencimu, mungkin karena kamu menghilang begitu saja beberapa minggu terakhir ini. Kamu mengajakku untuk berkencan di malam minggu, tapi aku menolak ajakanmu. Karna kamu sudah bukan pacarku lagi. Kemudian aku pun berkata kepadamu, lebih baik kamu pergi dari kehidupanku jangan pernah menghubungiku lagi. Carilah pria lain yang lebih bisa mengertikanmu lebih baik dariku. Tapi kenyataannya kamu malah meminta maaf padaku atas kesalahanmu yang telah menjauhiku. Katamu, kamu hanya ingin mengetesku. Tapi ini bukanlah sebuah cara yang benar. Aku tak bisa memaafkanmu, aku sudah tidak bisa memberikanmu sebuah kesempatan lagi. Dan itu artinya aku dan kamu hanya sebatas teman biasa. Padahal sebenarnya aku benci dengan perpisahan ini.

Entah mengapa, jika aku mengingat itu semua, beribu - ribu penyesalan menghampiriku. Apakah kamu terluka karenaku?

Kita itu seperti saling menyakiti, seperti saling mendendam tanpa tahu apa permasalahan yang sebenarnya.

Aku marah pada diriku sendiri, mengapa aku begitu sulit untuk melupakanmu? Sedangkan kamu disana dengan mudahnya melupakanku.

Tuhan, sungguh ini tidak adil bagiku, Ingin rasanya aku hilang ingatan, agar aku bisa melupakanmu dan semua memori tentangmu terhapuskan dan menghilang dari memori otakku.

Hari demi hari telah aku lewatkan tanpa kehadiranmu dan aku merasa semakin hari aku semakin menyesali kesalanku padamu. Apakah disana sudah mendapatkan pengganti diriku? Aku selalu berharap kalau disana masih mengharapkan kehadiranku, karena aku disini masih menyimpan seribu asa untuk bisa bersamamu lagi.

Apakah disana kamu memikirkan aku? Seperti aku disini yang selalu memikirkanmu. Saat ini aku hanya ingin tahu apa isi di hatimu. Apakah disana kamu tidak ingin mengetahui apa isi hatiku saat ini? Yang semakin hari semakin mendung karena sudah tidak ada lagi yang menyinari hati ini.

Di alam mimpiku, kamu selalu ada untukku dan kamu milikku. Tapi, ternyata di alam nyata kau hanyalah mimpi bagiku dan aku sangat kesulitan untuk menggapaimu. Tak ada hal yang bisa untuk aku lakukan kecuali membiarkanmu pergi dan merelakanmu hidup bersama orang lain yang pantas untuk mendapatkan kasih sayangmu.

Aku berusaha untuk menikmati kesedihanku, Kesakitanku. Hingga aku terbiasa dengan semua itu. Aku selalu meneteskan air mata untukmu, padahal aku tahu setiap butiran air mata yang jatuh itu semakin membuat aku mengingatmu dan merindukanmu. KINI AKU MERASA AKU TELAH JATUH CINTA LAGI KEPADAMU YANG BUKAN MILIKKU LAGI.

Tapi aku juga sadar, kalau aku punya Tuhan, punya keluarga dan sahabat yang selalu ada untukku. Aku percaya, jika saat ini Tuhan sedang menguji kesabaranku dan pasti ada jalan keluar di balik semua ini. Saat ini dan untuk selamanya, KAMU ADALAH YANG TERBAIK UNTUKKU, TAPI BELUM TENTU KATA TUHAN KAMULAH YANG TERBAIK UNTUKKU. Aku percaya dan yakin skenario Tuhan adalah yang paling indah.

SELESAI....