Rabu, 20 Mei 2015

Cerpen - Sepenggal Asa

Dengan perasaan takut bercampur cemas, aku mendekat dan membaca pengumuman. Ternyata aku termasuk ke dalam daftar panjang siswa yang lulus ujian. Di satu sisi aku merasa bahagia, dan disisi lain aku tak ingin bermimpi untuk meneruskan ke perguruan tinggi. Karena aku tau itu tak akan terjadi. Berita bahagia itu segera aku kabarkan kepada orang yang selalu mendo'akan untuk keberhasilanku, yaitu Mama.

Dengan mata berkaca - kaca Mama mengingatkan aku, "Ingat, Nak. Semua belum berakhir. Masih ada lagi setelah ini." ucapnya

Mama menginginkan aku untuk masuk ke institut Pemerintah Dalam Negri. Sebenarnya bukan cita - cita ku untuk jadi seorang pegawai negri. Apalagi berkhayal untuk bersekolah di IPDN. Tapi tak apalah semua untuk Mama.

***

Siang itu, karena aku merasa sangat kecapean aku tertidur. Aku terbangunoleh suara deringan Hp ku, ternyata telpon dari Mira pacarku.

"Assalamualaikum, Gimana dengan hasil ujianmu Nando?" terdengar suara dari sebrang sana

"Waalaikum salama... Alhamdulillah aku lulus, beibz" jawabku

Kami berbicara seperti biasa, namun diakhir pembicaraan, Mira mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri hubungan kita.

"Nando, sebelumnya aku minta maaf ya ke kamu. Bukan aku sudah tidak cinta atau sayang lagi ke kamu, tapi aku tidak bisa menjalani sebuah hubungan jarak jauh." ucapnya

Dengan di penuhi rasa penyesalan yg begitu dalam, akhirnya aku pun mengiyakan keputusan Mira. Walau pun jauh di dalam lubuk hati ku masih menginginkannya dan tak ingin hal ini terjadi.

Aku memulai hidup tanpa Cipta, ku buka lembaran baru, membuka hati, mencoba melupakan Mira dan fokus dengan segala tes yang akan aku hadapi nanti.

Tak ku sangka dan tak ku duga sebelumnya, aku pacaran dengan teman sekelasku SMA ku Ela. Aku dan Ela satu kelas selama 2 tahun SMA, akan tetapi kita tak pernah dekat, tegur sapa saja kita jarang.

Saat itu aku bingung untuk mencari baju kemeja untuk mengikuti tes pertamaku, aku memutuskan untuk mengirim pesan singkat ke semua kontak yang ada di hpku yang berbunyi. "Ada yang mau menemaniku untuk mencari kemeja?" ternyata hanya Ela yang menjawab smsku, tidak begitu lama aku pun menjalankan motorku untuk menjemputnya dan menemaniku untuk mencari sebuah kemeja.

Karena seringnya kebersamaan kita, teman - temanku banyak yang mengejek dan mencandaiku. "Udah seperti motor beat aja, pelan tapi pasti."Aku tak merespon ejekan itu karena hatiku masih milik Mira. Aku pikir, Ela hanya menganggap itu juga hanya sebuah ejekan saja, ternyata dia menyimpan rasa padaku. Kita sering nongkrong bareng, jalan bareng dan akhirnya dia mengutarakan perasaannya kepadaku.

Untuk yang pertama kalinya aku di tembak ama cewek dan itu juga pertama kalinya aku menolak cinta yang di berikan kepadaku. Karena, saat itu aku masih sulit untuk menerima menerima kehadran orang baru di dalam hatiku. Namun, beberapa hari setelah kejadian itu, aku melihat Mira jalan dengan cowok lain. Akhirnya aku memutuskan untuk menerima cintanya Ela. Dan akhirnya aku dan Ela pacaran.

Dalam menjalankan hubungan itu, awalnya aku merasa hampa, karena seringkali aku teringat dengan Mira mantan kekasihku. Ela berusaha meyakinkan aku, membuatku agar bisa menerima dan membalas cintanya. Ela selalu mengalah dan mengerti akan semua yang ada pada diriku. Hal itulah yang akhirnya membuatku benar - benar bisa menerimanya.

Tak sedikit pun waktu terbuang sia - sia, setiap hari kami selalu menghabiskan waktu berdua, bahkan hampir setiap waktu. Namun, semua itu tak lama kurasakan. Karena, kami mulai sibuk dengan urusan kami masing - masing. Ela dengan Universitasnya dan aku dengan tes ku.

Untuk tes pertama, kedua dan ketiga aku lulus seleksi, cukuplah untuk membayar rasa lelahku berlatih setiap hari. Namun, perjuanganku berakhir sampai pada tes keempat, aku harus menelan pahitnya kegagalan. Aku sangat terpukul, terpuruk dengan kegagalan itu. Aku mencoba menegarkan hatiku, tetap tersenyum, seolah - olah tidak terjadi apa - apa.

Aku menyembunyikan rasa kekecewaanku, terutama kepada Mama. Aku juga yakin, kalau Mama juga menyimpan rasa kekecewaan terhadapku meskipun dia tidak pernah menunjukkannya kepadaku.

Hubunganku dengan Ela tak lagi seharmonis dulu, kiita sering kali bertengkar tanpa sebab. Itu semua karena rasa minder yang menutupi mata hatiku. Sejak Ela kuliah rasa cemburu dan rasa takut akan kehilangan sering kali merasuk ke dalam pikiranku. Apalagi Ela pernah tidak jujur, saat itu Ela berangkat ke kampus. Memang Ela berpamitan denganku, tapi dia tdak mengatakan kalau dia akan pergi dengan teman cowok. Sejak kejadian itu aku sulit untuk mempercayainya. Aku sering berburuk sangka kalau Ela tidak memberi kabar ke aku. Hari - hari ku lalui tak seindah pertama kali kami pacaran.

Hari itu menjadi hari yang sangat kelabu, di selimuti rasa cemburu yang berlebihan, minder, takut di sakiti. Aku memintanya untuk mengakhiri hubungan kita. Awalnya Ela tak mau menerima kenyataan itu tapi pada akhirnya dia mengiyakan.

Terasa sekali aku sangat kehilangan, kesepian tanpa ada kehadiran Ela. Aku pun akhirnya memintanya untuk kembali. Ela pun akhirnya memenuhi permintaanku, tapi dia berubah. Sangat berubah, tidak seperti dulu. Dia sekarang begitu dingin, cuek dan tak perduli lagi apa yang terjadi denganku...

Pas di hari ulang tahunku, seakan lupa apa yang terjadi diantara kita. Ela membuatku bahagia, sangat bahagia. Aku seperti seorang pangeran. Aku merasakan kembali kasih sayang dan cinta yang dulu pernah ada buatku. Ku buka kado darinya, indah dan buatku senang. Namun, disisi lain aku harus menangis karena di dalam kado tersebut terselip sebuah surat darinya yang menyatakan bahwa, dia tak lagi bisa bersamaku. Aku mencoba untuk berpura - pura tak tau, karena aku masih ingin bersamanya.

Aku bertahan dengan keadaan ini sampai di hari ulang tahunnya. Aku ingin membuatnya bahagia meski saat itu Ela tak lagi menyayangiku. Aku berusaha tuk memberikan yang terbaik untuknya.

Hari yang di nanti pun tiba, aku menyiapkannya jauh sebelumnya karena aku ingin terlihat semuanya sempurna. Malam itu aku ke rumahnya, aku ke sana tidak sendiri, aku di temani oleh sahabatnya Lena. Ternyata Ela saat itu tidak sedang berada di rumahnya, dia lagi merayakan hari jadinya bersama keluarga di taman hiburan, saat aku menelponnya. Dia menyuruhku untuk menunggunya, karena mereka sedang bersiap - siap untuk pulang. Setelah menunggu lebh dari satu jam, akhirnya dari kejauhan aku mendengar suara mobilnya. Kini tiba saatnya aku harus meleralakan hubungan ini berakhir.

Aku berpamitan pulang, saat aku bersalaman dengan ibunya. Tak kuasa aku menahan air mata yang sedari tadi ingin mengalir, aku berusaha untuk tetap tersenyum. Sesampainya di rumah, perasaan sedihku aku curahkan dengan tangisan, sangat berat untuk melepaskannya. Kini hidupku semakin tak berarti dan aku merasa semakin terpuruk dengan semua keadaan ini. Pelan - pelan ku coba tuk bangkit lagi, namun sampai saat ini aku masih menunggunya kembali. Karena, aku sangat menyayanginya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar